Langsung ke konten utama

Sebuah Percakapan di Sebuah Social Media, Rabu Malam. 18 06 2014.

21:50 Nadia Magdalena: Inji
21:50 Nadia Magdalena: Kangen
21:50 Nadia Magdalena: Jaga diri ya
21:50 Nadia Magdalena: Yg negatif2 dikurangi, dihentikan malah lebih bagus
21:51 Nadia Magdalena: Aku sedih gak bisa di samping kamu
21:51 Nadia Magdalena: Aku mungkin sudah terlalu nyaman sama
21:51 Nadia Magdalena: *sama kamu
21:51 Nadia Magdalena: Aku takut kamu berubah
21:52 Nadia Magdalena: Inji jaga pergaulan ya
21:52 Nadia Magdalena: Buktikan kalo stereotype orang ke cewek jawa barat salah
21:52 Nadia Magdalena: Jangan ngerokok lagi
21:53 Nadia Magdalena: Jangan tambah parah ya gaulnya di sana
21:54 Nadia Magdalena: Awas aja klo kamu jadi ayam kampus di sana
21:54 Nadia Magdalena: Inget ibu sama kakak2 kamu. Inget alm bapak juga
21:58 Nadia Magdalena: Aku ingin kamu bahagia. Sungguh. Sukses dan ceria. Tapi bahagia yg bertanggung jawab ya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paranoia #01

Dipertemukan dengan kalkulus rasanya seperti melihat bom waktu atau microwave. Bahkan lebih mirip seperti memegang batang bunga euphorbia. Sakit. Tapi teradiksi. Mendadak, kilatan putih menari-nari di hadapannya. Listrik yang berbentuk gumpalan rambut bercabang menari di atas kepalanya. Petir, begitu manusia menyebutnya. Inji begitu gundah, diiringi irama tubuh kerajaan awan, suara hujan mengantarnya ke dimensi lain. Dimana dimensi tersebut Ia dapat melihat tarian petir itu makin progresif. Sekali lagi, Inji mengalami halusinasi. Angka-angka di dalam modul matematikanya bergerak, berpindah keluar dari halaman buku. Awalnya mereka ramai berkerumun, kemudian membentuk barisan dan kembali lagi ke tempat masing-masing sambil menyanyikan lagu berbahasa Rusia. Mereka pikir, ini adalah medan perang. Mungkin ada benarnya. Mereka berusaha memberitahuku. Ini perang, pikirnya dalam-dalam kemudian teringat kuis dosennya yang diadakan esok pagi. "Terima kasih, kartesius." bisiknya ge...

Lightworking

Waning Gibbous. 🌓 Beberapa hari setelah full moon, saatnya mencoba meditasi ngelepasin residu buruk, divisualisasikan dengan cara dikonversi menjadi daun kering lalu dibakar, asapnya dibiarkan terbang ke langit. Hilang. Electra muncul, mukanya sedih. "Kamu mau bakar aku juga?" ujarnya pilu. Lemes. Kami diam. Kathreen datang menengahi. "Kalau kamu mau lepaskan kami, silahkan. Kami sudah dan cukup untuk kamu," "kami sudah dan cukup untuk kamu." Tegasnya. Dadaku sesak, rasanya seperti akan menangis sesenggukan. Siapa pula yang akan menjadi pelarianku nanti kalau bukan kamu, Kath? Siapa yang akan berani nonjok orang yang mencederai harga diriku kalau bukan kamu, El? Ada bayangan leluhur dan archangel sekelibat. "Ada kami." ⭐