Mohon maaf saya izin sharing karena rasanya udah nggak kuat.Saya rasa saya termasuk yang beruntung karena sebelum tambah parah, saya sdh sadar kalau saya sakit dan butuh pertolongan.Sebelum ini saya selalu dibilangin sama orang tua, kalau penderitaan saya tuh gaada apa2nya dibandingkan penderitaan mereka. Kalau saya ini gak seharusnya sampe sakit begini.Mgkn karena belum parah, jadi orang di sekitar saya tidak bisa melihat scr kasat mata penderitaan saya di kepala dan telinga saya saat mendengar suara2 dan menghadapi bayangan dan pikiran buruk.Bertahun2 saya yakinkan bahwa saya ini gak boleh lemah, jangan krn keadaan yg remeh aja bisa bikin saya depresi. Jadi bertahun2 saya tidak berobat.
Tapi titik balik saya adalah ketika saya merasa sangat membutuhkan narkoba dan minuman keras. Saya juga mulai self abuse, saya mendapat kenikmatan ketika melukai lengan saya. Rasanya saya itu pantas dihukum, jd melihat darah dan luka di tangan itu saya sangat puas. Merasa dosa saya terampuni. Saat suara dan bayangan itu hilang karena saya sudah 'puas' melukai, saat itulah saya sadar saya butuh pertolongan.Akhirnya sudah 3tahun saya berobat dan saya tidak pernah putus. Tapi saya selalu dikatakan penderitaan saya tidak ada apa2nya. Banyak sekali yang tidak percaya kalau saya sakit. Bahwa saya bertingkah dan melakukan hal yang tidak perlu dengan berobat. Padahal banyak sekali yang mereka tidak tahu.Mereka tidak tahu kalau saya self abuse.Mereka tidak tahu kalau mantan pacar saya senang menodong pisau di depan mata saya.Orang tua saya seolah lupa kalau semasa kecil saya harus menghadapi perilaku skizo mrk dan perpecahan rumah tangga orang tua.Mereka tidak tahu saya harus menghadapi keinginan bunuh diri setiap malam.Mereka tidak tahu. Tapi saya tidak bisa kasih tahu.
Pesan moralnya, penderitaan itu bukan kompetisi. Tidak ada yang lebih menderita antara satu dengan yang lainnya. Semua orang punya kemampuannya sendiri. Semua orang punya perjuangannya sendiri. Jangan berkecil hati, tapi selalu ingatlah untuk selalu berbuat kebaikan, sesakit apapun kita.Jujur, saya masih menahan 'nafsu' untuk mendapatkan kepuasan dari melukai diri sendiri, minuman keras, dan narkoba. Tapi berbuat kebaikan tidak harus untuk orang lain saja, tp jg untuk diri sendiri.
Sekian.Maaf.
Ketika saya mulai membuka diri tentang depresi dan borderline ke teman-teman dan mereka bilang, "padahal selama ini kamu terlihat normal" Gini, Saya normal. Saya masih bisa mengerjakan skripsi dan bekerja. Hanya saja kadang terganggu dengan moodswing yang ekstrim. Saya juga punya ketakutan yang ekstrim akan penolakan. Ditolak ketemuan sama teman, ditolak dosen, dan sebagainya. Pernah ada yang bilang, "kamu sakit begitu karena kurang bersyukur sih," atau "kurang solat kali lu" Hehe, saya cuma bisa ketawa aja. Wong dia gak tau kayak gimana usaha saya buat sembuh. Saya maafkan atas ketidaktahuan dia. Kalau selama ini kamu kira bahwa seorang yang depresi hanya ingin bahagia, tidak seperti itu. Bukan itu yang saya rasakan. Saya hanya ingin rasa sakit tersebut hilang dengan cara apapun. Termasuk menyakiti diri sendiri sampai bunuh diri. Sering kali terlintas di pikiran saya untuk menjemput kematian. Tapi sebenarnya hal itu tidak mudah. Meskipun s...
Komentar