Langsung ke konten utama

Mi Alter Ego: Hi-Men

El: Gue suka!!!
Inji: Gue juga.
Intan: apalagi Gua.
Kath: Guys calm yourself. I'm enjoying this new sensation.
El: gak bisa. Kita lagi seneng. Please yah gak usah ganggu kesenengan kita.
Intan: Iya iya kita tau kalo kita ini berisik, sorry.
El: ngapain Lo minta maaf, dia gak bisa ngebaur. Beda lah kasta kita sama kasta mereka.
Inji: eh woles dong
El: gausah sok sok ngebelain dia deh. Lo tau sendiri kan dia gimana. Kita semua tau. Gua kasi tau ya. Gak usah munafik, gak usah ngebohongin diri, nyesel ntar!
Inji: Gue oke oke aja. Gue juga gak nyesel. Gue juga gak keberatan.
El: yakan, sekarang. Nanti kali nyesel dan keberatannya.
Intan: kalo gak pernah?
El: pasti ksatria berarti banget ya buat Lo.
Intan: hahaha pake pura pura innocent dan gak tau.
Inji: rahasia umum kan, dia penyelamat.
Intan: bagai malaikat.
El: L E B A Y
Inji: eh asal lu inget ya, lu ada karena dia juga. Jangan pura pura lupa.
El: sotoy
Intan: berisik ih.
Inji: ciye Rooney jadi kapten.
El: ini lagi sotoy amat sama bola.
Inji: emang lo tau dia siapa?
El: enggak.
Inji: yaudah diem. Ketauan kan sekarang siapa yang sotoy. Udah sotoy, toa lagi. Toa nya kenceng banget kayak dipakein loadspeaker. Malu kali.
Intan: kalian tau? Sudah malam. Tenanglah. Kita butuh istirahat. Kita butuh berbagi tempat. Lantas berdamailah kalian. Aku tau kita bisa.
El: tapi energi kita gak akan habis.
Inji: kami sulit tidur. Pikiran penuh. Betul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paranoia #01

Dipertemukan dengan kalkulus rasanya seperti melihat bom waktu atau microwave. Bahkan lebih mirip seperti memegang batang bunga euphorbia. Sakit. Tapi teradiksi. Mendadak, kilatan putih menari-nari di hadapannya. Listrik yang berbentuk gumpalan rambut bercabang menari di atas kepalanya. Petir, begitu manusia menyebutnya. Inji begitu gundah, diiringi irama tubuh kerajaan awan, suara hujan mengantarnya ke dimensi lain. Dimana dimensi tersebut Ia dapat melihat tarian petir itu makin progresif. Sekali lagi, Inji mengalami halusinasi. Angka-angka di dalam modul matematikanya bergerak, berpindah keluar dari halaman buku. Awalnya mereka ramai berkerumun, kemudian membentuk barisan dan kembali lagi ke tempat masing-masing sambil menyanyikan lagu berbahasa Rusia. Mereka pikir, ini adalah medan perang. Mungkin ada benarnya. Mereka berusaha memberitahuku. Ini perang, pikirnya dalam-dalam kemudian teringat kuis dosennya yang diadakan esok pagi. "Terima kasih, kartesius." bisiknya ge...

Want what you have

Society says when you have these things, you'll be happy. What have you wanted desperately for years...and finally gotten?  Remember what it was like not having it? Now think about what it is like having it. Ready to die happy?  ...Me either. Happiness does not come from getting you want. You'll feel happier when you want what you get. In other words, you're content with what you have now. The less I want. The more I get. The exact opposite way most of the society operates.  Life is full of paradoxes, isn't it?