Langsung ke konten utama

Sibiru

Buat Sibiru, yang lagi disana. Aku buktiin disini, ya. Maaf, bukannya aku gila atau apa, maaf. Ini sekedar me-lebay-kan serta mendramatisir keadaan.
Ehm,

Sibiru
Hai, Sibiru. Apakah kamu nyaman di sana setelah 3 hari dibungkus rapih bersama sekaleng twister? Apakah kamu merasa mual ketika di perjalanan, terguncang hebat dan kepanasan? Apa kabarmu dengan majikan baru yang lebih dewasa dariku?

Ingatkah ketika pandangan pertama kita ketika di sebuah toko di suatu pusat perbelanjaan? Suka-duka kita mencari IP yang nyasar ke blog ini dan tiba-tiba diajak bergabung di sebuah organisasi topi hitam? Ketika kita sama-sama nge-hang, aku kesulitan bertitung, kamu kesulitan menghitung. Haha, pasti kamu ingat ketika kita terakhir bersama di sebuah ekstrakurikuler. Ya, itu terakhir kalinya kamu menampilkan foto face swap hasil editanku kepada proyektor lalu proyektor kepada tembok. Ya, sayang. Waktu itu begitu indah.  Oh iya. Keadaan susah pun kita lewati. Ketika kamu dalam keadaan kritis, dan aku panik mencari tukang servis keliling Cirebon? Ketika aku menawarkanmu kepada sebuah toko untuk dititipkan lalu mereka menolakmu. Kamu sedih, lalu ngambek kepadaku dan tidak mau menyimpan office file selama sebulan!

Maafkan aku yang kini harus kembali terpaksa mencintai desktop. Mau tidak mau, aku harus nyaman dengan keadaanku sekarang. Tanpa kamu.

Sibiru, maafkan aku. Sekali lagi, maaf. Bukan maksudku untuk berkhianat padamu. Tak perlu kujelaskan tapi kuyakin kamu mengerti alasan-alasan ini.

Terima kasih banyak untuk tiga tahun yang indah bersamamu, :'D 


Mantan majikanmu, merindukanmu.

P.S: Cinta itu universal. Bahkan dengan benda mati sekalipun!
-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Paranoia #01

Dipertemukan dengan kalkulus rasanya seperti melihat bom waktu atau microwave. Bahkan lebih mirip seperti memegang batang bunga euphorbia. Sakit. Tapi teradiksi. Mendadak, kilatan putih menari-nari di hadapannya. Listrik yang berbentuk gumpalan rambut bercabang menari di atas kepalanya. Petir, begitu manusia menyebutnya. Inji begitu gundah, diiringi irama tubuh kerajaan awan, suara hujan mengantarnya ke dimensi lain. Dimana dimensi tersebut Ia dapat melihat tarian petir itu makin progresif. Sekali lagi, Inji mengalami halusinasi. Angka-angka di dalam modul matematikanya bergerak, berpindah keluar dari halaman buku. Awalnya mereka ramai berkerumun, kemudian membentuk barisan dan kembali lagi ke tempat masing-masing sambil menyanyikan lagu berbahasa Rusia. Mereka pikir, ini adalah medan perang. Mungkin ada benarnya. Mereka berusaha memberitahuku. Ini perang, pikirnya dalam-dalam kemudian teringat kuis dosennya yang diadakan esok pagi. "Terima kasih, kartesius." bisiknya ge...

Want what you have

Society says when you have these things, you'll be happy. What have you wanted desperately for years...and finally gotten?  Remember what it was like not having it? Now think about what it is like having it. Ready to die happy?  ...Me either. Happiness does not come from getting you want. You'll feel happier when you want what you get. In other words, you're content with what you have now. The less I want. The more I get. The exact opposite way most of the society operates.  Life is full of paradoxes, isn't it?